Ice Breaking Yang Menyenangkan Bagi Para Siswa

Table of Contents
Guru/dosen sesuai dengan semboyannya yaitu "Digugu dan Ditiru" harus memiliki kompetensi yang dapat dijadikan panutan/acuan oleh seluruh peserta didik. Bukan hanya dari sisi kompetensi pendidikan tetapi kompetensi moral dan spiritual.

Pendahuluan

Tidak mudah untuk seorang pendidik mendapatkan semuanya itu, melainkan perlu perjuangan yang sangat berat mulai dari memilih sekolah, lembaga pendidikan, jurusan dan kemampuan untuk belajar di luar dari pendidikan formal.

Tidak ada bedanya antara sekolah/lembaga pemerintah (negeri) dengan swasta, apabila memang individu yang bersangkutan betul-betul bisa mengosongkan dirinya untuk diisi oleh air (ilmu) sebanyak mungkin, sebaliknya jangan menjadi gelas yang selalu penuh untuk menghadapi perkembangan zaman.

Ilustrasi ice breaking | Pexels.com

Memang seorang guru/dosen ini dituntut untuk memiliki keahlian multitasking, mulai dari sebagai bapak/ibu, leader/pemimpin, ulama (yang menanamkan moral), sahabat (mampu merangkul semua siswa/mahasiswa), periang (memberikan keceriaan), menjadi hakim (memutuskan dan memberikan sanksi atas tindakan dan pelanggaran), menjadi inovator, motivator, dll.

Pembelajaran di kelas tidak selamanya menyenangkan dan menciptakan situasi kondusif. Kondisi ini lah yang menjadi tantangan tersendiri bagi seorang pendidik. Mereka harus peka dan dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. 

Pandangan seorang pendidik jangan selalu melihat dari kacamata dia sendiri, yaitu hanya target mengajar yang ingin dicapai sedangkan kesiapan peserta didik tidak diperhatikan. Akhirnya hasil dari proses belajar mengajar hanya satu pihak saja dari sisi Guru dan Dosen yang tercapai sedangkan peserta didik tidak maksimal.

Jujur saja saya sendiri pernah mendapatkan hal ini selama di sekolah dan di bangku perkuliahan. Saya sendiri harus mencari dari beberapa sumber untuk melengkapi pemahaman yang disampaikan oleh guru/dosen (heheh mungkin saya salah satu siswa/mahasiswa yang kurang berprestasi).

Pertanyaan yang sering muncul "Apa ya yang dibahas Si Bapak/Ibu tadi, pusing, ngantuk, bosan?" dan lain-lain yang menjadi alasan siswa/mahasiswa tidak memahami materi pelajarannya.

Guru/dosen dan siswa/mahasiswa juga manusia punya latar belakang dan memiliki kepribadian masing-masing yang unik. Untuk kali ini saya hanya membahas dari sisi guru/dosen saja. Tidak dapat dipungkiri generasi antara guru/dosen dengan siswa/mahasiswa itu jauh berbeda.

Sebagai contoh guru/dosen dilahirkan pada zaman kolonial (Baby Boomer atau generasi X), sedangkan siswa/mahasiswa dilahirkan pada zaman milennial (generasi Y) sehingga terjadi gap sikap dan mindset yang cukup jauh.

Ilustrasi | Outboundbandung.com

Disinilah perlu jembatan untuk menyelaraskan dan mendapatkan proses belajar yang baik dan sesuai dengan tujuan. Hal yang paling mudah untuk mencapai tujuan dari pengajaran adalah dari sisi Sang Guru/Dosen. Kali ini guru/dosen harus menjadi inovator dan motivator.

Saya terbayang dengan Para Trainer yang mampu menciptakan situasi dan kondisi kelas yang begitu menyenangkan, kondusif, dan penuh semangat. Kenapa tidak dilakukan oleh para pengajar? Saya yakin sudah dilakukan oleh beberapa guru/dosen namun tidak banyak sekolah/universitas yang telah melakukannya.

Ice Breaking

Metode interaktif ini tidaklah asing untuk para trainer atau guru/dosen yang pernah mengikuti kegiatan camping. Interactive ini dinamakan "Dag - Dig - Dug", yaitu melibatkan seluruh siswa/mahasiswa yang ada di kelas untuk melakukan interaksi satu dengan yang lain. Tujuan utamanya yaitu memecahkan kejenuhan dan penurunan motivasi siswa/mahasiswa mengikuti pelajaran.

Guru/dosen itu harus berani untuk tidak populer dan kembali ke hal-hal dasar (fundamental) dalam membuat metode pengajaran. Bukan suatu konsep atau ide yang canggih (untuk mengejar kredit point penilaian dan awareness) yang paling penting melainkan nilai kebermanfaatan dan dapat diterapkan dengan mudah.

Evaluasi

Kembali ke dasar (back to basic) guru/dosen harus rajin untuk mengevaluasi proses pengajaran dimulai dari tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, materi pembelajaran, tempat kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi hasil dari proses belajar tersebut. Bahkan akan lebih baik setiap kali belajar/mengajar ini dibuatkan form survey tingkat kepuasan siswa/mahasiswa terhadap proses belajar/mengajar tersebut.

Resapi dan renungkan, apabila ada komentar negatif terima dengan lapang dada hasil dari evaluasi siswa/mahasiswa terhadap metode dan kemampuan kita dalam mengajar. Apabila guru/dosen tidak menggunakan "Ego" untuk menerima saran tersebut, maka akan terjadi perbaikan yang berkelanjutan. Hasilnya sekolah/lembaga tersebut akan memiliki guru/dosen dan pendidikan yang berkualitas.

Posting Komentar